Dua Dimensi Rasa
Raut kecut yang kutanam tadi pagi,sirna...
Kelabu awan pun berganti
Gula pun sempat mampir mangecapku
Pinta si anak lusuh pun seakan terabaikan
Percikan air yang menyapa..,meredakan...
Namun, si panah pahit terlanjur menancap di lidahku
Meninggalkan dua dimensi rasa...
Sesal
Berabad angan tlah ku gantungkan
Sejutatawaselalu menggelitiki
Geram angan, kejam cambukiku
Tak memberi lagi arti dari padanya..
Tetesan airitu perlahan menjinjing nyawaku
Membangunkan yang amnesia
Menyesakkan bagi yang merasa
Apa yang harus kumaknai saat ini??
Sesal??? ya....
Hatiku menyempit
Jangan..
Jangan..
Hunusan bidadari terlalu kejam
Tak dapat ku hindari, akhirnya...
Tak Ingin Terulang
Kematian bunga impian telah di depan mata
Belum sempat wanginya mampir di rongga hidungku
Tapi durinya, kejam hujami ku
Percikan darahpun jadi terasa manis
Kata ulang itu menyakitkan
Tatapan itu teramat pedih
Dan hari itu tak ingin ku banggakan
Demi sebuah ilusi yang terbanjur peluh
Amarahku tlah membludak
Tersapu angin berlindung alang
Hati ku mengeras berteguh
Aku hanya bisa berteriak
Menunggu hujan...
Samapi aku tersungkruk dan akhirnya...
Tidur di liangan jurang...
Tak Bisa Termaknai
Kabut kelammengundang gertak jiwa
Menertawai bulan yang terdiam
Memancing hangat mengusir duka
Meski sejuta ragu membentangi dirinya
Haruskah rajutan cakapnya mengambang, menunggu ada yang ingin memaknainya???
Terasa lagi peninggalan diri yangtak berpaling
Menggerogoti...
Asahi jiwa...
Aku masih sajalah terbuai
Meski tapak lukanya melebam di hatiku....
Kelabu awan pun berganti
Gula pun sempat mampir mangecapku
Pinta si anak lusuh pun seakan terabaikan
Percikan air yang menyapa..,meredakan...
Namun, si panah pahit terlanjur menancap di lidahku
Meninggalkan dua dimensi rasa...
Sesal
Berabad angan tlah ku gantungkan
Sejutatawaselalu menggelitiki
Geram angan, kejam cambukiku
Tak memberi lagi arti dari padanya..
Tetesan airitu perlahan menjinjing nyawaku
Membangunkan yang amnesia
Menyesakkan bagi yang merasa
Apa yang harus kumaknai saat ini??
Sesal??? ya....
Hatiku menyempit
Jangan..
Jangan..
Hunusan bidadari terlalu kejam
Tak dapat ku hindari, akhirnya...
Tak Ingin Terulang
Kematian bunga impian telah di depan mata
Belum sempat wanginya mampir di rongga hidungku
Tapi durinya, kejam hujami ku
Percikan darahpun jadi terasa manis
Kata ulang itu menyakitkan
Tatapan itu teramat pedih
Dan hari itu tak ingin ku banggakan
Demi sebuah ilusi yang terbanjur peluh
Amarahku tlah membludak
Tersapu angin berlindung alang
Hati ku mengeras berteguh
Aku hanya bisa berteriak
Menunggu hujan...
Samapi aku tersungkruk dan akhirnya...
Tidur di liangan jurang...
Tak Bisa Termaknai
Kabut kelammengundang gertak jiwa
Menertawai bulan yang terdiam
Memancing hangat mengusir duka
Meski sejuta ragu membentangi dirinya
Haruskah rajutan cakapnya mengambang, menunggu ada yang ingin memaknainya???
Terasa lagi peninggalan diri yangtak berpaling
Menggerogoti...
Asahi jiwa...
Aku masih sajalah terbuai
Meski tapak lukanya melebam di hatiku....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar